Ahli gizi sekaligus Guru Besar Institut Pertanian Bogor, Prof Soekirman, SKM, MPS-ID, PhD, mengatakan, kekurangan dan kelebihan gizi umumnya terjadi akibat perubahan pola makan yang tidak bergizi seimbang.
Kekurangan gizi ditandai dengan lambatnya pertumbuhan tubuh (terutama pada anak), daya tahan tubuh rendah, kurangnya tingkat intelegensia (kecerdasan), dan produktivitas yang rendah. Ini terjadi akibat asupan gizi di bawah kebutuhan.
Sementara kelebihan gizi ditandai dengan kelebihan berat badan. Ini jelas memperbesar risiko munculnya berbagai penyakit kronis degeneratif, seperti diabetes, tekanan darah tinggi, dan penyakit jantung. Kondisi ini terjadi karena asupan gizi melebihi kebutuhan.
Perlahan, masyarakat Indonesia mungkin sudah bisa lepas dari persoalan kekuarangan gizi. Yang terjadi justru memasuki masa transisi dari persoalan kurang gizi ke kelebihan gizi. Bahkan, masalah kelebihan gizi mulai menimpa masyarakat kelas ekonomi rendah.
Artinya, mereka dengan tingkat ekonomi rendah, bukan tak mungkin menderita penyakit kronis degeneratif seperti jantung. "Ini bisa lebih memberi beban ekonomi pada mereka,” kata Soekirman, di sela-sela acara 'Sehat dan Bugar Berkat Gizi Seimbang', Kamis, 27 Januari 2011.
Gemuk tak lagi menjadi simbol kemakmuran. Salah satu pemicunya adalah kehadiran junk food yang dangat terjangkau masyarakat kalangan bawah. Konsumsi makanan ini sangat buruk bagi kesehatan, apalagi jika tak diimbangi dengan olahraga seimbang.
Demikian pula masalah kekurangan gizi, yang bisa menimpa kalangan menengah ke atas. Umumnya terjadi akibat buruknya sanitasi lingkungan dan kebersihan diri yang potensial memicu penyakit infeksi seperti diare dan ISPA. Dan, mereka yang sering terkena infeksi potensial menderita kekurangan gizi.
Mengatasi persoalan kurang dan kelebihan gizi ini bisa dilakukan dengan memahami dan mempraktekkan pola makan bergizi seimbang. Caranya, konsumsi makanan bergizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai kebutuhan tubuh, usia, jenis kelamin, aktivitas fisik dan kondisi biologis.
Memperhatikan variasi makanan juga penting, selain menerapkan gaya hidup sehat seperti olahraga rutin, mengontrol berat badan, dan menjaga kebersihan diri. "Berbeda dari prinsip empat sehat lima semprna, yang hanya memperhatikan prinsip variasi makanan, tanpa menyesuaikan dengan kebutuhan tubuh berdasarkan usia, jenis kelamin, aktivitas fisik dan kondisi biologis."
Data status gizi berdasar riset kesehatan dasar 2010 di Indonesia menunjukkan, balita bertubuh kurus sebanyak 13,3 persen, dan balita bertubuh gemuk 14 persen. Lalu, anak 6-12 tahun, yang mengalami kegemukan 9,2 persen dan yang kurus 12,2 persen.
Sementara anak 13-15 tahun yang bertubuh gemuk mencapai 2,5 persen, dan yang kurus 10,1 persen. Anak 16-18 tahun yang bertubuh gemuk 1,4 persen dan yang kurus 8,9 persen. Sedangkan orang dewasa 18 tahun ke atas yang bertubuh gemuk 21,7 persen dan yang kurus 12,6 persen. (pet)
Vivanews.com