I. BRONKITIS KRONIS
A. Pengertian
Bronkitis kronis didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut. (Bruner & Suddarth, 2002)
B. Patofisiologi
Asap mengiritasi jalan nafas mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun dan lebih banyak lendir yang dihasilkan. Sebagai akibat bronkiolus dapat menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli yang berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri. Pasien kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya mungkin terjadi perubahan paru yang ireversibel, kemungkinan mengakibatkan emfisema dan bronkiektasis.
C. Tanda dan Gejala
Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan analisa gas darah : hipoksia dengan hiperkapnia
2. Rontgen dada : pembesaran jantung dengan diafragma normal/mendatar
3. Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi kuat (FEV), peningkatan volume residual (RV), kapasitas paru total (TLC) normal atau sedikit meningkat.
4. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit : dapat sedikit meningkat
II. BRONKIEKTASIS
A. Pengertian
Bronkiektasis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronis yang mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus; aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran pernapasan atas; dan tekanan akibat tumor, pembuluh darah yang berdilatasi, dan pembesaran nodus limfe. (Bruner & Suddarth)
B. Patofisiologi
Infeksi merusak dinding bronkial, menyebabkan kehilangan struktur pendukungnya dan menghasilkan sputum yang kental yang akhirnya dapat menyumbat bronki. Dinding bronkial menjadi teregang secara permanen akibat batuk hebat. Infeksi meluas ke jaringan peribronkial sehingga dalam kasus bronkiektasis sakular, setiap tuba yang berdilatasi sebenarnya adalah abses paru, yang eksudatnya mengalir bebas melalui bronkus. Bronkiektasis biasanya setempat, menyerang lobus atau segmen paru. Lobus yang paling bawah lebih sering terkena.
Retensi sekresi dan obstruksi yang diakibatkannya pada akhirnya menyebabkan alveoli di sebelah distal obstruksi mengalami kolaps (ateletaksis). Jaringan parut atau fibrosis akibat reaksi inflamasi menggantikan jaringan paru yang berfungsi. Pada waktunya pasien mengalami insufisiensi pernapasan dengan penurunan kapasitas vital, penurunan ventilasi dan peningkatan rasio volume residual terhadap kapasitas paru total. Terjadi kerusakan campuran gas yang diinspirasi (ketidakseimbangan ventilasi-perfusi) dan hipoksemia.
C. Tanda dan Gejala
1. Batuk kronik dan pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang sangat banyak
2. Jari tabuh, karena insufisiensi pernapasan
3. Riwayat batuk berkepanjangan dengan sputum yang secara konsisten negatif terhadap tuberkel basil
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Bronkografi
2. Bronkoskopi
3. CT-Scan : ada/tidaknya dilatasi bronkial
III. EMFISEMA
A. Pengertian
Emfisema didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara diluar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. (Bruner & Suddarth, 2002)
B. Patofisiologi
Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas yaitu : inflamasi dan pembengkakan bronki; produksi lendir yang berlebihan; kehilangan rekoil elastik jalan napas; dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi.
Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi karbondioksida mengalami kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan karbondioksida dalam darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respiratorius.
Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaring-jaring kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah kanan (kor pulmonal) adalah salah satu komplikasai emfisema. Terdapatnya kongesti, edema tungkai, distensi vena leher atau nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung.
Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronis dengan damikian menetap dalam paru yang mengalami emfisema memperberat masalah.
Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik ke aliran masuk dan aliran keluar udara dari paru. Paru-paru dalam keadaan heperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara kedalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi. Posisi selebihnya adalah salah satu inflasi. Daripada menjalani aksi pasif involunter, ekspirasi menjadi aktif dan membutuhkan upaya otot-otot. Sesak napas pasien terus meningkat, dada menjadi kaku, dan iga-iga terfiksaksi pada persendiannya. Dada seperti tong (barrel chest) pada banyak pasien ini terjadi akibat kehilangan elastisitas paru karena adanya kecenderungan yang berkelanjutan pada dinding dada untuk mengembang.
C. Tanda dan Gejala
1. Dispnea
2. Takipnea
3. Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
4. Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
5. Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
6. Hipoksemia
7. Hiperkapnia
8. Anoreksia
9. Penurunan BB
10. Kelemahan
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen dada : hiperinflasi, pendataran diafragma, pelebaran interkosta dan jantung normal
2. Fungsi pulmonari (terutama spirometri) : peningkatan TLC dan RV, penurunan VC dan FEV
IV. ASMA
A. Pengertian
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. (Bruner & Suddarth, 2002)
B. Patofisiologi
Individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, bronkospasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau non alergi ketika ujung saraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi dan polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi yang dibahas diatas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis.
Selain itu, reseptor - dan -adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak dalam bronki. Ketika reseptor adrenergik dirangsang , terjadi bronkokonstriksi; bronkodilatasi terjadi ketika reseptor -adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor - dan -adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor –alfa mengakibatkan penurunan c-AMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi respon beta- mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP, yang menghambat pelepasan mediator kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan -adrenergik terjadi pada individu dengan asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi otot polos.
C. Tanda dan Gejala
1. Batuk
2. Dispnea
3. Mengi
4. Hipoksia
5. Takikardi
6. Berkeringat
7. Pelebaran tekanan nadi
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen dada : hiperinflasi dan pendataran diafragma
2. Pemeriksaan sputum dan darah : eosinofilia (kenaikan kadar eosinofil). Peningkatan kadar serum Ig E pada asma alergik
3. AGD : hipoksi selama serangan akut
4. Fungsi pulmonari :
• Biasanya normal
• Serangan akut : Peningkatan TLC dan FRV; FEV dan FVC agak menurun
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian mencakup pengumpulan informasi tentang gejala-gejala terakhir juga manifestasi penyakit sebelumnya. Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bisa digunakan sebagai pedoman untuk mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari proses penyakit :
Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan ?
Apakah aktivitas meningkatkan dispnea? Jenis aktivitas apa?
Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?
Kapan selama siang hari pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?
Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?
Apa yang pasien ketahui tentang penyakit dan kondisinya?
Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan; pertanyaan yang patut dipertimbangkan untuk mendapatkan data lebih lanjut termasuk :
Berapa frekuensi nadi dan pernapasan pasien?
Apakah pernapasan sama dan tanpa upaya?
Apakah pasien mengkonstriksi otot-otot abdomen selama inspirasi?
Apakah pasien menggunakan otot-otot aksesori pernapasan selama pernapasan?
Apakah tampak sianosis?
Apakah vena leher pasien tampak membesar?
Apakah pasien mengalami edema perifer?
Apakah pasien batuk?
Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?
Bagaimana status sensorium pasien?
Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?
2. Diagnosa Keperawatan
a) Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkokonstriksi, peningkatan pembentukan mukus, batuk tidak efektif, infeksi bronkopulmonal.
b) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi-perfusi
c) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, produksi sputum, efek samping obat, kelemahan, dispnea
d) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya imunitas, malnutrisi
e) Kurang pengetahuan tentang kondisi/tindakan berhubungan dengan kurang informasi.
3. Intervensi
a) Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkokonstriksi, peningkatan pembentukan mukus, batuk tidak efektif, infeksi bronkopulmonal.
Intervensi :
Mandiri
Auskultasi bunyi nafas
Kaji frekuensi pernapasan
Kaji adanya dispnea, gelisah, ansietas, distres pernapasan dan penggunaan otot bantu pernapasan
Berikan posisi yang nyaman pada pasien : peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.
Hindarkan dari polusi lingkungan misal : asap, debu, bulu bantal
Dorong latihan napas abdomen
Observasi karakteristik batuk misalnya : menetap, batuk pendek, basah
Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung
Berikan air hangat
Kolaborasi :
Berikan obat sesuai indikasi : bronkodilator, Xantin, Kromolin, Steroid oral/IV dan inhalasi, antimikrobial, analgesik
Berikan humidifikasi tambahan : misal nebuliser ultranik
Fisioterapi dada
Awasi GDA, foto dada, nadi oksimetri
b) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi-perfusi
Mandiri :
Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan alat bantu pernapasan
Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien memilih posisi yang mudah untuk bernapas
Kaji kulit dan warna membran mukosa
Dorong mengeluarkan sputum,penghisapan bila diindikasikan
Auskulatasi bunyi nafas
Palpasi fremitus
Awasi tingkat kesadaran
Batasi aktivitas pasien
Awasi TV dan irama jantung
Kolaborasi :
Awasi GDA dan nadi oksimetri
Berikan oksigen sesuai indikasi
Berikan penekan SSP (antiansietas, sedatif atau narkotik)
Bantu intubasi, berikan ventilasi mekanik
c) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, produksi sputum, efek samping obat, kelemahan, dispnea
Intervensi :
Mandiri :
Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Evalusi berat badan
Auskultasi bunyi usus
Berikan perawatan oral sering
Berikan porsi makan kecil tapi sering
Hindari makanan penghasil gas dan minuman berkarbonat
Hindari makanan yang sangat panas dan sangat dingin
Timbang BB
Kolaborasi :
Konsul ahli gizi untuk memberikan makanan yang mudah dicerna
Kaji pemeriksaan laboratorium seperti albumin serum
Berikan vitamin/mineral/elektrolit sesuai indikasi
Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi
d) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya imunitas, malnutrisi
Intervensi :
Awasi suhu
Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering dan msukan cairan adekuat
Observasi warna, karakter, bau sputum
Awasi pengunjung
Seimbangkan aktivitas dan istirahat
Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat
Kolaborasi :
Dapatkan spesimen sputum
Berikan antimikrobial sesuai indikasi
e) Kurang pengetahuan tentang kondisi/tindakan berhubungan dengan kurang informasi.
Jelaskan proses penyakit
Jelaskan pentingnya latihan nafas, batuk efektif
Diskusikan efek samping dan reaksi obat
Tunjukkan teknik penggunaan dosis inhaler
Tekankan pentingnya perawatan gigi /mulut
Diskusikan pentingya menghindari orang yang sedang infeksi
Diskusikan faktor lingkungan yang meningkakan kondisi seperti udara terlalu kering, asap, polusi udara. Cari cara untuk modifikasi lingkungan
Jelaskan efek, bahaya merokok
Berikan informasi tentang pembatasan aktivitas, aktivitas pilihan dengan periode istirahat
Diskusikan untuk mengikuti perawatan dan pengobatan
Diskusikan cara perawatan di rumah jika pasien diindikasikan pulang