Entries (RSS)
KLIK SALAH SATU LINK IKLAN DIBAWAH UNTUK MENGHILANGKAN KOTAK INI
.

Melakukan Asuhan Keperawatan (Askep) merupakan aspek legal bagi seorang perawat walaupun format model asuhan keperawatan di berbagai rumah sakit berbeda-beda. Seorang perawat Profesional di dorong untuk dapat memberikan Pelayanan Kesehatan seoptimal mungkin, memberikan informasi secara benar dengan memperhatikan aspek legal etik yang berlaku. Metode perawatan yang baik dan benar merupakan salah satu aspek yang dapat menentukan kualitas “asuhan keperawatan” (askep) yang diberikan yang secara langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan brand kita sebagai perawat profesional. Pemberian Asuhan keperawatan pada tingkat anak, remaja, dewasa, hingga lanjut usia hingga bagaimana kita menerapkan manajemen asuhan keperawatan secara tepat dan ilmiah diharapkan mampu meningkatkan kompetensi perawat khususnya di indonesia

TINJAUAN TEORI ABSES PARU

ABSES PARU

Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material purulent berisikan sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses terinfeksi .
Bila diameter kavitas < 2 cm dan jumlahnya banyak (multiple small abscesses) dinamakan “necrotising pneumonia”. Abses besar atau abses kecil mempunyai manifestasi klinik berbeda namun mempunyai predisposisi yang sama dan prinsip diferensial diagnose sama pula. Abses timbul karena aspirasi benda terinfeksi, penurunan mekanisme pertahanan tubuh atau virulensi kuman yang tinggi. Pada umumnya kasus Abses paru ini berhubungan dengan karies gigi, epilepsi tak terkontrol, kerusakan paru sebelumnya dan penyalahgunaan alkohol. Pada negara-negara maju jarang dijumpai kecuali penderita dengan gangguan respons imun seperti penyalahgunaan obat, penyakit sistemik atau komplikasi dari paska obstruksi. Pada beberapa studi didapatkan bahwa kuman aerob maupupn anaerob dari koloni oropharing yang sering menjadi penyebab abses paru. (1, 2, 3, 6)
Penelitian pada penderita Abses paru nosokonial ditemukan kuman aerob seperti golongan enterobacteriaceae yang terbanyak. Sedangkan penelitian dengan teknik biopsi perkutan atau aspirasi transtrakeal ditemukan terbanyak adalah kuman anaerob. (4, 6, 7)
Pada umumnya para klinisi menggunakan kombinasi antibiotik sebagai terapi seperti penisilin, metronidazole dan golongan aminoglikosida pada abses paru. Walaupun masih efektif, terapi kombinasi masih memberikan beberapa permasalahan sebagai berikut : (4)
1. Waktu perawatan di RS yang lama
2. Potensi reaksi keracunan obat tinggi
3. Mendorong terjadinya resistensi antibiotika.
4. Adanya super infeksi bakteri yang mengakibatkan Nosokonial Pneumoni.
Terapi ideal harus berdasarkan penemuan kuman penyebabnya secara kultur dan sensitivitas. Pada makalah ini akan dibahas Abses paru mulai patogenesis, terapi dan prognosa sebagai penyegaran teori yang sudah ada.

I. EPIDEMIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Ada bebreapa kondisi yang menyebabkan atau mendorong terjadinya abses paru. Janet et al tahun 1995 melakukan penelitian di rumah perawatan intensive RS di Afrika Selatan, didapatkan beberapa faktor predisposisi abses paru seperti berikut : (1, 2, 3, 4, 7)

Tabel 1. Faktor predisposisi Abses paru

No

Faktor Predisposisi

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Alkoholik

Aspirasi benda asing

Karies gigi

TB paru lama

Epilepsi

Penyalahgunaan obat

Penyakit paru obstuktif

SLE

Ca Bronkogenik

Nihil


Tabel di kutip dari Chest/108/4/Okt’95 hal 938.

ASHER DAN BEAUDRY tahun 1992 melaporkan beberapa faktor predisposisi Abses paru yang terjadi pada anak-anak sebagai berikut :

Tabel 2. Faktor predisposisi abses paru pada anak-anak.

1. Condition

Contoh

Infeksi berat

Immunodeficiency atau immunosuppression disorder

Conditiopn leading to repeated aspiration

Yang lain {miscellcellaneous jarang)

Bronchopneumonia

Meningitis

Osteomyelitis

Septicemia

Infected aczema

Septic arthritis

Abdominal wall abscess

Peritonsillar abscess

Endocarditis

Measles

Burns

Prematurity

Blood dyscrasias

Leukimia

Hepatitis

Dysgammaglobulinemia

Nephrotic syndrome

Chronic granulamatous disease

Steroid therapy

Malnutrition

Seozure disorders

Mental deficiency

Altered consciousness

Dysphagia

Priodonitis, Carries, gingiva desease

Riley-Day syndrome

Cystic fibrosis

Misplaced central nervouse catheter

Alpha-antitrypsin deficicency

Foreign body in respiration tract

Eroded foreign body in the esophagus


Tabel 1. Presdeposisi factor dari Abses Paru

No

Presdeposisi factor dari Abses Paru

1

2

3

4

5

6

7

Aspirasi dari oropring

Obstruksi bronkial

Pneumonia

Blood-borne infection

Infark paru yang terinfeksi

Ruda paksa (trauma)

Penyebaran transdiapragmatika

Tabel 2. Diferensial Diagnosis Abses Paru

No

Diferensial Diagnosis Abses Paru

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Cavitas Tumor

Bula atau kista bronkial

Bronkiektasa seculea

Aspersiloma

Wegener’s gramulomatasi

Kista hydaditosa

Pneumekoniosis caplan’s sipidron

Cavitas rheumatoid nodule

Gas fluid level in oesopkagus, Stomach or bowel



Aspirasi dari derah orofaring yang paling sering penyebab terjadinya abses. Freton predesposisi yang menyebabkan aspirasi orofaring seperti tabel III, kadang-kadang satu orang lebih dari satu faktor.

Tabel 3. Presdeposisi Aspirasi Orofaring

Presdeposisi Aspirasi Orofaring

ganguan kesadaran

- Alkohol

- drug abuse

- epilepsi

- atuastesi

ganguan inervasi otot

- faring

- laring

- oesepagos

Infeksi nasal

- penyakit sinus

Infeksi oral

- dental carries

- ginigival desease

Infeksi farigeal

- pouch

Infeksi caryugeal

- tumor

Infeksi ocsepekageal

- stricture

- hiatus kernea



obstruksi Bronkus disebabkan oleh tanda umumnya keganasan, atau benda asing
Tabel 3 dikutip dari (1)

2. Etiologi
Kuman atau bakteri penyebab terjadinya Abses paru bervariasi sesuai dengan peneliti dan teknik penelitian yang digunakan. Finegolal dan fisliman mendapatkan bahwa organisme penyebab abses paru lebih dari 89 % adalah kuman anaerob. Asher dan Beandry mendapatkan bahwa pada anak-anak kuman penyebab abses paru terbanyak adalah stapillococous aureus (1).
Dibawah ini ada 3 tabel kuman penyebab abses dari 3 penelitian yang berbeda.

Tabel 3. Spektrum organisme penyebab Abses paru menurut Asher dan Beaudry

Type of Abscess

Organisms

Primary

Secondary

a. Staphylococcus aureus

Haemophilus influenzae types B, C, F, and nontypable

Streptococcus viridans, pneumoniae

Alpha-hemolytic streptococci

Neisseria sp.

Mycoplasma pneumoniae

Aerobes

1) All those listed for primary abscess

Haemophilus aphropilus, parainfluenzae

Streptococcus group B, intermedius

Klebsiella penumoniae

Escherichia coli, freundii

Pseudomonas pyocyanea, aeruginosa, denitrificsns

Aerobacter aeruginosa

Candida

Rhizopus sp.

Aspergillus fumigatus

Nocardia sp

Eikenella corrodens

Serratia marcescens

Anaerobes

2) Peptostreptococcus constellatus, intermedius, saccharolyticus
3) Veillonella sp., alkalenscenens
4) Bacteroides melaninogenicus, oralis, fragilis, corrodens, distasonis, vulgatus, ruminicola, asaccharolyticus
5) Fusobacterium necrophorum, nucleatum
6) Bifidobacterium sp.

Tabel 3 dikutip dari (1)

Tabel 4. Spektrum isolasi bakteri Abses paru akut menurut Hammond et al.

No. of Isolates

%

Anaerobs

Provetella sp

Porphyromonas sp

Unspectiated pigmented anaerobs

a) Bacteroides sp

Fusobacterium sp

Anaerobic cocci

Microaerophilic streptococci

Veilonella sp

Clostridium sp

Nonsporing Gran-positive anaerobes

“Mixed anaerobes”

total

Aerobs

b) Viridans streptococci
c) Staphylococcus sp
d) Corynebacterium sp

Klebsiella sp

Haemophilus sp

Gram-negative cocci

Total

17

7

4

4

4

4

7

1

1

9

1

59

7

5

3

2

1

2

20

22

9

5

5

5

5

9

1

1

11

1

74

9

6

4

3

1

3

26

Tabel 4 dikutip dari (6)

Tabel 5. Organisme dan kondisi yang berhubungan dengan Abses paru menurut Finegold dan Fishmans

(1) Infectious

Noninfectious and Predisposing Conditions

Bacteria

Anaerobes; Staphylococcus aureus, Enterbacteriaceae, Pseudomanas aeruginosa, streptocicci, Legonella spp, Nocardia asteroides, Burkholdaria pseudomallei

Mycobacteria (often multifocal)

M. tuberculosis, M. avium complex, M. kansasii, other mycobacteria

Fungi

Aspergillus spp, Mucoraceae, Histoplasma capsulatum, Pneumocystis carinii, Coccidioides immitis, Blastocystis hominis

Parasites

Entamoeba histolytical, Paragonimus westermani, Stronglyoides stercoralis (post-obstructive)

Empyema (with air-fluid level)

Septic embolism (endocarditis)

Anatomis

Fluid-filled cysts, bland infraction

Bronchiectasis

Vasculitis

Goodpasture’s syndrome, Wegener’s granulomatosis, periateritis

Obstruction (neoplasm, foreign body)

Pulmonary sequestration

Pulmonary contusion

Carcinoma

Tabel 5 dikutip dari (4)

3. Insidens
Angka kejadian Abses Paru berdasarkan penelitian Asher et al tahun 1982 adalah 0,7 dari 100.000 penderita yang masuk rumah sakit hampir sama dengan angka yang dimiliki oleh The Children’s Hospital of eastern ontario Kanada sebesar 0,67 tiap 100.000 penderita anak-anak yang MRS. Dengan rasio jenis kelamin laki-laki banding wanita adalah 1,6 : 1 (1, 8).
Angka kematian yang disebabkan oleh Abses paru terjadi penurunan dari 30 – 40 % pada era preantibiotika sampai 15 – 20 % pada era sekarang (7).

II. PATHOFISIOLOGI
1. PATHOLOGI
Abses paru timbul bila parenkim paru terjadi obstruksi, infeksi kemudian proses supurasi dan nekrosis.
Perubahan reaksi radang pertama dimulai dari suppurasi dan trombosis pembuluh darah lokal, yang menimbulkan nekrosis dan likuifikasi. Pembentukan jaringan granulasi terjadi mengelilingi abses, melokalisir proses abses dengan jaringan fibrotik. Suatu saat abses pecah, lalu jaringan nekrosis keluar bersama batuk, kadang terjadi aspirasi pada bagian lain bronkus terbentuk abses baru. Sputumnya biasanya berbau busuk, bila abses pecah ke rongga pleura maka terjadi empyema (2, 3, 10).

2. PATHOFISIOLOGI
Garry tahun 1993 mengemukakan terjadinya abses paru disebutkan sebagai berikut : (5)
a. Merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada penderita dengan faktor predisposisi. Bakteri mengadakan multiplikasi dan merusak parenkim paru dengan proses nekrosis. Bila berhubungan dengan bronkus, maka terbentuklah air fluid level bakteria masuk kedalam parenkim paru selain inhalasi bisa juga dengan penyebaran hematogen (septik emboli) atau dengan perluasan langsung dari proses abses ditempat lain (nesisitatum) misal abses hepar.
b. Kavitas yang mengalami infeksi. Pada beberapa penderita tuberkolosis dengan kavitas, akibat inhalasi bakteri mengalami proses keradangan supurasi. Pada penderita emphisema paru atau polikisrik paru yang mengalami infeksi sekunder.
c. Obstruksi bronkus dapat menyebabkan pneumonia berlajut sampai proses abses paru.
Hal ini sering terjadi pada obstruksi karena kanker bronkogenik. Gejala yang sama juga terlihat pada aspirasi benda asing yang belum keluar. Kadang-kadang dijumpai juga pada obstruksi karena pembesaran kelenjar limphe peribronkial.
d. Pembentukan kavitas pada kanker paru.
Pertumbuhan massa kanker bronkogenik yang cepat tidak diimbangi peningkatan suplai pembuluh darah, sehingga terjadi likuifikasi nekrosis sentral. Bila terjadi infeksi dapat terbentuk abses.

III. MANIFESTASI KLINIS.
1. Gejala klinis : (1, 2, 3, 4, 5, 6)
Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan gejala pneumonia pada umumnya yaitu:
a. Panas badan
Dijumpai berkisar 70% - 80% penderita abses paru. Kadang dijumpai dengan temperatur > 400C.
b. Batuk, pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan rongga abses dengan bronkus batuknya menjadi meningkat dengan bau busuk yang khas (Foetor ex oroe (40-75%).
c. Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oero dijumpai berkisar 40 – 75% penderita abses paru.
d. Nyeri dada ( 50% kasus)
e. Batuk darah ( 25% kasus)
f. Gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan dan berat badan.
Pada pemeriksaan dijumpai tanda-tanda proses konsolidasi seperti redup, suara nafas yang meningkat, sering dijumpai adanya jari tabuh serta takikardi.

2. Gambaran Radiologis (1, 2, 9)
Pada foto torak terdapat kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda konsolidasi disekelilingnya. Kavitas ini bisa multipel atau tunggal dengan ukuran  2 – 20 cm.
Gambaran ini sering dijumpai pada paru kanan lebih dari paru kiri. Bila terdapat hubungan dengan bronkus maka didalam kavitas terdapat Air fluid level. Tetapi bila tidak ada hubungan maka hanya dijumpai tanda-tanda konsolidasi (opasitas).

3. Pemeriksaan laboratorium (2, 3, 5)
a. Pada pemeriksaan darah rutin. Ditentukan leukositosis, meningkat lebih dari 12.000/mm3 (90% kasus) bahkan pernah dilaporkan peningkatan sampai dengan 32.700/mm3. Laju endap darah ditemukan meningkat > 58 mm / 1 jam.
Pada hitung jenis sel darah putih didapatkan pergeseran shit to the left
b. Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram tahan asam dan KOH merupakan pemeriksaan awal untuk menentukan pemilihan antibiotik secara tepat.
c. Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan antibiotikan merupakan cara terbaik dalam menegakkan diagnosa klinis dan etiologis.

IV. DIAGNOSA
Diagnosa abses paru tidak bisa ditegakkan hanya berdasarkan kumpulan gejala seperti pneumonia dan pemeriksaan phisik saja.
Diagnosa harus ditegakkan berdasarkan : (1, 2, 3, 4, 5, 6)
1. Riwayat penyakit sebelumnya.
Keluhan penderita yang khas misalnya malaise, penurunan berat badan, panas badan yang ringan, dan batuk yang produktif.
Adanya riwayat penurunan kesadaran berkaitan dengan sedasi, trauma atau serangan epilepsi. Riwayat penyalahgunaan obat yang mungkin teraspirasi asam lambung waktu tidak sadar atau adanya emboli kuman diparu akibat suntikan obat.
2. Hasil pemeriksaan fisik yang mendukung adanya data tentang penyakit dasar yang mendorong terjadinya abses paru.
3. Pemeriksaan laboratorium sputum gram, kultur darah yang dapat mengarah pada organisme penyebab infeksi.
4. Gambaran radiologis yang menunjukkan kavitas dengan proses konsolidasi disekitarnya, adanya air fluid level yang berubah posisi sesuai dengan gravitasi.
5. Bronkoskopi
Fungsi Bronkoskopi selain diagnostik juga untuk melakukan therapi drainase bila kavitas tidak berhubungan dengan bronkus.
Diagnosa Banding (2) :
1. Karsimoma bronkogenik yang mengalami kavitasi, biasanya dinding kavitas tebal dan tidak rata. Diagnosis pasti dengan pemeriksaan sitologi/patologi.
2. Tuberkulosis paru atau infeksi jamur
3. Gejala klinisnya hampir sama atau lebih menahun daripada abses paru. Pada tuberkulosis didapatkan BTA dan pada infeksi jamur ditemukan jamur.
4. Bula yang terinfeksi, tampak air fluid level. Di sekitar bula tidak ada atau hanya sedikit konsolidasi.
5. Kista paru yang terinfeksi. Dindingnya tipis dan tidak ada reaksi di sekitarnya.
6. Hematom paru. Ada riwayat trauma. Batuk hanya sedikit.
7. Pneumokoniosis yang mengalami kavitasi. Pekerjaan penderita jelas di daerah berdebu dan didapatkan simple pneumoconiosis pada penderita.
8. Hiatus hernia. Tidak ada gejala paru. Nyeri restrosternal dan heart burn bertambah berat pada waktu membungkuk. Diagnosis pasti dengan pemeriksaan barium foto.
9. Sekuester paru. Letak di basal kiri belakang. Diagnosis pasti dengan bronkografi atau arteriografi retrograd.

V. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Abses paru harus berdasarkkan pemeriksaan mikrobiologi dan data penyakit dasar penderita serta kondisi yang mempengaruhi berat ringannya infeksi paru. Ada beberapa modalitas terapi yang diberikan pada abses paru : (2, 4, 5, 9, 10)
1. Medika Mentosa
Pada era sebelum antibiotika tingkat kematian mencapai 33% pada era antibiotika maka tingkat kkematian dan prognosa abses paru menjadi lebih baik.
Pilihan pertama antibiotika adalah golongan Penicillin pada saat ini dijumpai peningkatan Abses paru yang disebabkan oleh kuman anaerobs (lebih dari 35% kuman gram negatif anaerob). Maka bisa dipikrkan untuk memilih kombinasi antibiotika antara golongan penicillin G dengan clindamycin atau dengan Metronidazole, atau kombinasi clindamycin dan Cefoxitin.
Alternatif lain adalah kombinasi Imipenem dengan B Lactamase inhibitase, pada penderita dengan pneumonia nosokomial yang berkembang menjadi Abses paru.
Waktu pemberian antibiotika tergantung dari gejala klinis dan respon radiologis penderita. Penderita diberikan terapi 2-3 minggu setelah bebas gejala atau adanya resolusi kavitas, jadi diberikan antibiotika minimal 2-3 minggu.
2. Drainage
Drainase postural dan fisiotherapi dada 2-5 kali seminggu selama 15 menit diperlukan untuk mempercepat proses resolusi Abses paru.
Pada penderita Abses paru yang tidak berhubungan dengan bronkus maka perlu dipertimbangkan drainase melalui bronkoskopi.
3. Bedah
Reseksi segmen paru yang nekrosis diperlukan bila:
a. Respon yang rendah terhadap therapi antibiotika.
b. Abses yang besar sehingga mengganggu proses ventilasi perfusi
c. Infeksi paru yang berulang
d. Adanya gangguan drainase karena obstruksi.

VI. KOMPLIKASI DAN PROGNOSA
1. Beberapa komplikasi yang timbul adalah : (4, 5)
a. Empyema
b. Abses otak
c. Atelektasis
d. Sepsis

2. Prognosa
Abses paru masih marupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Angka kematian Abses paru berkisar antara 15-20% merupakan penurunan bila dibandingkan dengan era pre antibiotika yang berkisar antara 30-40% (7).
Pada penderita dengan beberapa faktor predisposisi mempunyai prognosa yang lebih jelek dibandingkan dengan penderita dengan satu fakktor predisposisi. Perlman et al menemukan bahwa 2% angka kematian pada penderita dengan satu faktor predisposisi dibandingkan 75% pada penderita dengan multi predisposisi. Muri et al melaporkan 2,4% angka kematian Abses paru karena CAP dibanding 66% Abses paru karena HAP. Beberapa faktor yang memperbesar angka mortalitas pada Abses paru sebagai berikut : (7)
a. Anemia dan Hipo Albuminemia
b. Abses yang besar ( > 5-6 cm)
c. Lesi obstruksi
d. Bakteri aerob
e. Immune Compromised
f. Usia tua
g. Gangguan intelegensia
h. Perawatan yang terlambat

VII. RINGKASAN
Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material purulent dan sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses infeksi. Abses paru timbul karena faktor predisposisi seperti gangguan fungsi imun karena obat-obatan, gangguan kesadaran (anestesi, epilepsi), oral higine yang kurang serta obstruksi dan aspirasi benda asing.
Pada abses paru memberikan gejala klinis panas, batuk, sputum purulen dan berbau, disertai malaise, naspu makan dan berat badan yang turun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan takikardia, tanda-tanda konsolidasi. Pada pemeriksaan foto polos dada didapatkan gambaran kavitas dengan air fluid level atau proses konsolidasi saja bila kavitas tidak berhubungan dengan bronkus.
Diagnosis pasti bila didapatkan biakan kuman penyebab sehingga dapat dilakukan terapi etiologis.
Pemberian antibiotika merupakan pilihan utama disamping terapi bedah dan terapi suportif fisio terapi.

DAFTAR PUSTAKA

Asher MI, Beadry PH ; Lung Abscess in infections of Respicatory tract ; Canada ; 1990 : 429 – 34.

Assegaff H. dkk ; Abses Paru dalam Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru ; AUP ; Surabaya ; 136 – 41.

Barlett JG ; Lung Abscess in : Cecil text book of Medicine 19th ed ; Phildelphia ; 1992 ; 413 – 15.

Finegold SM, Fishman JA ; Empyema and Lung Abscess ; in Fishman’s pulmonary Diseases and disorders 3rd ed ; Philadelphia ; 1998 ; 2021 – 32.

Garry et al ; Lung Abscess in a Lange Clinical Manual : Internal Medicina : Diagnosis and Therapy 3rd ; Oklahoma ; 1993 ; 119 – 120.

Hammond JMJ et al ; The Ethiology and Anti Microbial Susceptibility Patterns of Microorganism in acute Commuity – Acquired Lung Abscess ; Chest ; 108 ; 4 ; 1995 ; 937 – 41.

Hirshberg B et al ; Factors predicting mortality of patients with lung Abscsess ; Chest ; 115 ; 3 ; 1999 ; 746 – 52.

Johnson KM, Huseby JS ; Lung Abscess Caused by Legionella micdadei ; Chest 111 ; 1 ; 1997 ; 109 – 13.

Klein JS et al ; Interventional Radiology of The Chest : Image Guided Percutaneons Drainage of Pleural Effusions, Lung Abscess, and Pneumothorax ; AJR ; 1995 ; 164 ; 581 – 88.

Ricaurte KK et al ; Allergic broucho pulumonary aspergillosis with multiple Streptococceus pneumonie Lung Abscess : an unussual insitial case presentation ; joutnal of allergy and clinical imonoligy ; 104 ; 1 1999 ; 238 – 40.

ARTIKEL BERKAITAN