I. Pengertian.
Setiap keadaan yang menunjukkan kelainan multi sistem dengan sebab yang tidak jelas harus dicuarigai kemungkinan sebagai keracunan.
II.Patofisiologi.
Insektisida bekerja dengan menghambat dan menginaktifasikan enzim asetilkolin nesterase. Enzim ini secara normal menghancurkan asetilkolin yang dilepaskan oleh susunan syaraf pusat, ganglion autonom, ujung-ujung syaraf parasimpatis dan ujung-ujung syaraf motorik. Hambatan asetilkolin nesterase menyebabkan tertumpuknya sejumlah besar asetilkolin pada tempat-tempat tersebut.
III. Manifestasi Klinis.
Gejala keracunan dapat dibagi dalam dua golongan yaitu :
1. Gejala muskarinik .
Hypersekresi kelanjar keringat, air mata, air liur, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan. Dapat juga ditemukan gejala nause, nyeri perut, diare, muntah, inkontinensia alvi dan urin, bronkokontriksi, miosis, bradikardi, dan hypotensi. Pada keracunan paration tidak selalu ditemukan miosis dan hypotensi.
2. Gejala nikotinik.
Twiching dan fasikulasi otot lurik dan kelemahan otot. Ditemukan pula gejala sentral seperti ketakutan, gelisah, gangguan pernapasan, gangguan sirkulasi, tremor dan kejang.
IV. Pemeriksaan Penunjang.
Kadar kolinesterase plasma berkurang sampai 30% normal terutama pada pasien yang kontak dengan insektisida organofosfat secara kronik dengan gejala keracunan akut.
V. Penatalaksanaan Medis.
a. Penatalaksanaan kegawatan
Setiap keracunan dapat mengancam nyawa. Walaupun tidak dijumpai kegawatansetiap kasus keracunan harus diberlakukan seperti keadaan kegawatan yang mengancam nyawa. Penilaian terhadap tanda vital seperti jalan nafas/pernafasan, sirkulasi da penurunan kesadaran harus dilakukan secara tepat dan seksama sehingga tindakan resusitasi yang meliputi ABC ( airway,breathing,circulatory) tidak terlambat dimulai
b. Penilaian klinis
Penatalaksanaan keracunan harus segera dilakukan tanpa menunggu hasil penapisan toksikologi. Walaupun dalam sebagian kasus diagnosa etiologi sulit ditegakkan dengan penilaian dan pemeriksaan klinis yang cermat dapat ditemukan beberapa kelompok yang memberi arah ke diagnosa etiologi. Oleh karena itu pada kasus keracunan bukan hasil laboratorium yang harus diperhatikan tetapi standar pemeriksaan kasus di tiap rumah sakit juga perlu dibuat untuk memudahkan penanganan yang tepat guna. Beberapa keadaan klinis yang perlu mendapat perhatian karena dapat mengancam nyawa ialah koma, henti jantung, henti nafas dan syok. Upaya yang paling penting adalah ananmesis atau aloanamnesis yang rinci.
c. Dekontaminasi
1. Bila pelarut organofosfat terminum ialah minyak tanah, tindakan untuk memuntahkan atau cuci lambung sebaiknya dihindari untuk mencegah timbulnya pneumonia aspirasi. Bila pelarut golongan organofosfat adalah air seperti halnya digunakan dipertanian tindakan cuci lambung atau membuat pasien muntah dapat dibenarkan.
2. Dilakukan pernapasan buatan bila terjadi depresi pernapasan dan bebaskan jalan napas dari sumbatan.
3. Bila racun mengenai kulit atau mukosa mata bersihkan dengan air.
4. Atropin dapat diberikan dengan dosis 0,015 - 0,05 mg /kg bb secara intravena dan dapat diulangi setiap 5 – 10 menit sampai timbul gejala antropinisasi seperti muka merah, mulut kering, takikardi dan midriasis. Kemudian diberikan dosis rumat untuk mempertahankan atropinisasi ringan selama 24 jam. Protopan dapat diberikan pada anak dengan dosis 0,25 g secara intravena sangat perlahan-lahan atau melalui ‘ivfd’.
5. Pengobatan simtomatik dan suportif.