Entries (RSS)
KLIK SALAH SATU LINK IKLAN DIBAWAH UNTUK MENGHILANGKAN KOTAK INI
.

Melakukan Asuhan Keperawatan (Askep) merupakan aspek legal bagi seorang perawat walaupun format model asuhan keperawatan di berbagai rumah sakit berbeda-beda. Seorang perawat Profesional di dorong untuk dapat memberikan Pelayanan Kesehatan seoptimal mungkin, memberikan informasi secara benar dengan memperhatikan aspek legal etik yang berlaku. Metode perawatan yang baik dan benar merupakan salah satu aspek yang dapat menentukan kualitas “asuhan keperawatan” (askep) yang diberikan yang secara langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan brand kita sebagai perawat profesional. Pemberian Asuhan keperawatan pada tingkat anak, remaja, dewasa, hingga lanjut usia hingga bagaimana kita menerapkan manajemen asuhan keperawatan secara tepat dan ilmiah diharapkan mampu meningkatkan kompetensi perawat khususnya di indonesia

ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL AKUT DAN KRONIS

Gagal Ginjal Akut

I. DEFINISI
 Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolik tubuh atau ginjal gagal melakukan fungsi regulernya
 Suatu bahan yang biasanya dieliminasi di urin menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan eksresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrine, metabolik, cairan, elektrolit dan asam basa.

II. ETIOLOGI
Tiga kategori utama kondisi penyebab gagal ginjal akut adalah :

 Kondisi Pre Renal (hipoperfusi ginjal)
Kondisi pra renal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya laju filtrasi glumerulus. Kondisi klinis yang umum yang menyebabkan terjadinya hipoperfusi renal adalah :
 Penipisan volume
 Hemoragi
 Kehilangan cairan melalui ginjal (diuretik, osmotik)
 Kehilangan cairan melalui saluran GI (muntah, diare, selang nasogastrik)
 Gangguan efisiensi jantung
 Infark miokard
 Gagal jantung kongestif
 Disritmia
 Syok kardiogenik
 Vasodilatasi
 Sepsis
 Anafilaksis
 Medikasi antihipertensif atau medikasi lain yang menyebabkan vasodilatasi

 Kondisi Intra Renal (kerusakan aktual jaringan ginjal)
Penyebab intra renal gagal ginjal akut adalah kerusakan glumerulus atau tubulus ginjal yang dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini :
 Cedera akibat terbakar dan benturan
 Reaksi transfusi yang parah
 Agen nefrotoksik
 Antibiotik aminoglikosida
 Agen kontras radiopaque
 Logam berat (timah, merkuri)
 Obat NSAID
 Bahan kimia dan pelarut (arsenik, etilen glikol, karbon tetraklorida)
 Pielonefritis akut
 glumerulonefritis

 Kondisi Post Renal (obstruksi aliran urin)
Kondisi pasca renal yang menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari obstruksi di bagian distal ginjal. Obstruksi ini dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi sebagai berikut :
 Batu traktus urinarius
 Tumor
 BPH
 Striktur
 Bekuan darah

III. PATOFISIOLOGI
Terdapat empat tahapan klinik dari gagal ginjal akut sebagai berikut :
 Periode Awal
Merupakan awal kejadian penyakit dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.
 Periode Oliguri
Pada periode ini volume urin kurang dari 400 ml/24 jam, disertai dengan peningkatan konsentrasi serum dari substansi yang biasanya diekskresikan oleh ginjal (urea, kreatinin, asam urat, kalium dan magnesium). Pada tahap ini untuk pertama kalinya gejala uremik muncul, dan kondisi yang mengancam jiwa seperti hiperkalemia terjadi.
 Periode Diuresis
Pasien menunjukkan peningkatan jumlah urin secara bertahap, disertai tanda perbaikan glumerulus. Nilai laboratorium berhenti meningkat dan akhirnya menurun. Tanda uremik mungkin masih ada, sehingga penatalaksanaan medis dan keperawatan masih diperlukan. Pasien harus dipantau ketat akan adanya dehidrasi selama tahap ini. Jika terjadi dehidrasi, tanda uremik biasanya meningkat.
 Periode Penyembuhan
- Merupakan tanda perbaikan fungsi ginjal dan berlangsung selama 3 - 12 bulan
- Nilai laboratorium akan kembali normal
- Namun terjadi penurunan GFR permanen 1% - 3%


IV. MANIFESTASI KLINIK
 Perubahan haluaran urine (haluaran urin sedikit, mengandung darah dan gravitasinya rendah (1,010) sedangkan nilai normalnya adalah 1,015-1,025)
 Peningkatan BUN, creatinin
 Kelebihan volume cairan
 Hiperkalemia
 Serum calsium menurun, phospat meningkat
 Asidosis metabolik
 Anemia
 Letargi
 Mual persisten, muntah dan diare
 Nafas berbau urin
 Manifestasi sistem syaraf pusat mencakup rasa lemah, sakit kepala, kedutan otot dan kejang

V. EVALUASI DIAGNOSTIK
 Urinalisis
 Kimia darah
 IVP, USG, CT

VI. PENATALAKSANAAN
 Mempertahankan keseimbangan cairan
Penatalaksanaan keseimbangan cairan didasarkan pada pengukuran berat badan harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah, dan status klinis pasien.
Masukan dan haluaran oral dan parenteral dari urin, drainase lambung, feses, drainase luka, dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantian cairan.
 Penanganan hiperkalemia :
Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan hal-hal berikut :
- Glukosa, insulin, kalsium glukonat, natrium bikarbonat (sebagai tindakan darurat sementara untuk menangani heperkalemia)
- Natrium polistriren sulfonat (kayexalate) (terapi jangka pendek dan digunakan bersamaan dengan tindakan jangka panjang lain)
- Pembatasan diit kalium
- Dialisis
 Menurunkan laju metabolisme
 Tirah baring
 Demam dan infeksi harus dicegah atau ditangani secepatnya
 Pertimbangan nutrisional
 Diet protein dibatasi sampai 1 gram/kg selama fase oligurik.
 Tinggi karbohidrat
 Makanan yang mengandung kalium dan fosfat (pisang, jus jeruk, kopi) dibatasi, maksimal 2 gram/hari
 Bila perlu nutrisi parenteral
 Merawat kulit
 Masase area tonjolan tulang
 Alih baring dengan sering
 Mandi dengan air dingin
 Koreksi asidosis
 Memantau gas darah arteri
 Tindakan ventilasi yang tepat bila terjadi masalah pernafasan
 Sodium bicarbonat, sodium laktat dan sodium asetat dapat diberikan untuk mengurangi keasaman
 Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi gagal ginjal akut yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia, menghilangkan kecenderungan perdarahan, dan membantu penyembuhan luka.
Hal-hal berikut ini dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk segera dilakukan dialisis :
1. Volume overload
2. Kalium > 6 mEq/L
3. Asidosis metabolik (serum bicarbonat kurang dari 15 mEq/L)
4. BUN > 120 mg/dl
5. Perubahan mental signifikan


GAGAL GINJAL KRONIS


I. DEFINISI
 Merupakan penyakit ginjal tahap akhir
 Progresif dan irreversible dimana kemapuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia

II. ETIOLOGI
 Diabetus mellitus
 Glumerulonefritis kronis
 Pielonefritis
 Hipertensi tak terkontrol
 Obstruksi saluran kemih
 Penyakit ginjal polikistik
 Gangguan vaskuler
 Lesi herediter
 Agen toksik (timah, kadmium, dan merkuri)

III. PATOFISIOLOGI
 Penurunan GFR
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Akibt dari penurunan GFR, maka klirens kretinin akan menurun, kreatinin akn meningkat, dan nitrogen urea darh (BUN) juga akan meningkat.
 Gangguan klirens renal
Banyak maslah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glumeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens (substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal)
 Retensi cairan dan natrium
Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal. Terjadi penahanan cairan dan natrium; meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi.
 Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adequate, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk terjadi perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran GI.
 Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunnya GFR, maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar kalsium. Penurunan kadar kalsium ini akan memicu sekresi paratormon, namun dalam kondisi gagal ginjal, tubuh tidak berespon terhadap peningkatan sekresi parathormon, akibatnya kalsium di tulang menurun menyebabkab perubahan pada tulang dan penyakit tulang.
 Penyakit tulang uremik(osteodistrofi)
Terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormon.
IV. MANIFESTASI KLINIK
 Kardiovaskuler
- Hipertensi
- Pitting edema
- Edema periorbital
- Pembesaran vena leher
- Friction rub perikardial
 Pulmoner
- Krekel
- Nafas dangkal
- Kusmaul
- Sputum kental dan liat
 Gastrointestinal
- Anoreksia, mual dan muntah
- Perdarahan saluran GI
- Ulserasi dan perdarahan pada mulut
- Konstipasi / diare
- Nafas berbau amonia
 Muskuloskeletal
- Kram otot
- Kehilangan kekuatan otot
- Fraktur tulang
- Foot drop
 Integumen
- Warna kulit abu-abu mengkilat
- Kulit kering, bersisik
- Pruritus
- Ekimosis
- Kuku tipis dan rapuh
- Rambut tipis dan kasar
 Reproduksi
- Amenore
- Atrofi testis

V. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Riwayat keluarga
2. Penyakit yang dialami
3. Obat-obatan nefrotoksis
4. Kebiasaan diet
5. Penambahan BB atau kehilangan BB
6. Manifestasi klinik yang muncul pada sisitem organ

VI. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urine, retensi cairan dan natrium
 Kaji status cairan
a. timbang BB harian
b. keseimabngan masukan dan haluaran
c. turgor kulit dan adanya edema
d. distensi vena leher
e. tekanan darah, denyaut dan irama nadi
 Batasi masukan cairan
 Identifikasi sumber potensial cairan
 Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional dari pembatasan
 Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan
 Tingkatkan dan dorong higiene oral dengan sering
2. Perubahan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual dan muntah
 Kaji status nutrisi
 Kaji pola diet nutrisi
 Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi
 Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet
 Anjurkan cemilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium diantara waktu makan
 Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama makan
 Timbang berat badan harian
 Kaji bukti adanya masukan protein yang tidak adekuat
3. Intoleransi aktifitas b.d anemia, keletihan dan retansi produk sampah
 Kaji faktor yang menimbulkan keletihan
 Tingkatkan kemandirian dalam aktifitas perawatan diri yang dapat ditoleransi, bantu jika keletihan terjadi
 Anjurkan aktifitas alternatif sambil istirahat
 Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis
4. Gangguan harga diri b.d ketergantungan, perubahan peran, citra tubuh dan fungsi sex
 Kaji respon dan reaksi pasien dan keluarga terhadap penyakit dan penanganan
 Kaji hubungan antara pasien dengan anggota keluarga terdekat
 Kaji pola koping pasien dan anggota keluarga
 Ciptakan diskusi yang terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat penyakit dabn penanganannya
 Gali cara alternatif lain untuk ekspresi seksual lain selain hubungan sex
 Diskusikan peran memberi dan menerima cinta, kehangatan, dan kemesraan
5. Gangguan integritas kulit b.d penurunan minyak dan aktivitas kelenjar keringat, kelebihan cairan 6. Konstipasi b.d penurunan mobilitas, intake antasid, pembatasan cairan 7. Resiko cidera b.d perubahan absorbsi kalsium dan ekskresi fosfat, perubahan metabolisme vitamin D
ARTIKEL BERKAITAN