ASUHAN KEPERAWATAN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK MALIGNA

I. Pengertian
Infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus-menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah (Syamsuhidajat, 1997).


Klik Gambar Untuk memperbesar


III. Pemeriksaan :
a. Anamnesis
Keluhan utama dapat berupa :
1. Gangguan pendengaran/pekak.
Bila ada keluhan gangguan pendengaran, perlu ditanyakan :
 Apakah keluhan tsb. pada satu telinga atau kedua telinga, timbul tiba-tiba atau bertambah secara bertahap dan sudah berapa lamanya.
 Apakah ada riwayat trauma kepala, telinga tertampar, trauma akustik atau pemekaian obat ototoksik sebelumnya.
 Apakah sebelumnya pernah menderita penyakit infeksi virus seperti parotitis, influensa berat dan meningitis.
 Apakah gangguan pendengaran ini diderita sejak bayi , atau pada tempat yang bising atau pada tenpat yang tenang.

2. Suara berdenging/berdengung (tinitus)
 Keluhan telinga berbunyi dapat berupa suara berdengung atau berdenging yang dirasakan di kepala atau di telinga, pada satu sisi atau kedua telinga.
 Apakah tinitus ini menyertai gangguan pendengaran.

3. Rasa pusing yang berputar (vertigo).
Dapat sebagai keluhan gangguan keseimbangan dan rasa ingin jatuh.
 Apakah keluhan ini timbul pada posisi kepala tertentu dan berkurang bila pasien berbaring dan timbul lagi bila bangun dnegan gerakan cepat.
 Apakah keluhan vertigo ini disertai mual, muntah, rasa penuh di telinga dan telinga berdenging yang mungkin kelainannya terdapat di labirin atau disertai keluhan neurologis seperti disentri, gangguan penglihatan yang mungkin letak kelainannya di sentral. Kadang-kadang keluhan vertigo akan timbul bila ada kekakuan pergerakan otot-oto leher. Penyakit DM, hipertensi, arteriosklerosis, penyakit jantung, anemia, kanker, sifilis, dapat menimbulkan keluhan vertigo dan tinitus.

4. Rasa nyeri di dalam telinga (Otalgia)
 Apakah pada telinga kiri/kanan dan sudah berapa lama.
 Nyeri alihan ke telinga dapat berasal dari rasa nyeri gigi, sendi mulut, tonsil, atau tulang servikal karena telinga di sarafi oleh saraf sensoris yang berasal dari organ-organ tersebut.

5. Keluar cairan dari telinga (otore)
 Apakah sekret keluar dari satu atau kedua telinga, disertai rasa sakit atau tidak dan sudah berapa lama.
 Sekret yang sedikit biasanya berasal dari infeksi telinga luar dan sekret yang banyak dan bersifat mukoid umumnya berasal dari teklinga tengah. Bila berbau busuk menandakan adanya kolesteatom. Bila bercampur darah harus dicurigai adanya infeksi akut yang berat atau tumor. Bila cairan yang keluar seperti air jernih harus waspada adanya cairan liquor serebrospinal.

b. Tes audiometrik.
Merupakan pemeriksaan fungsi untuk mengetahui sensitivitas (mampu mendengar suara) dan perbedaan kata-kata (kemampuan membedakan bunyi kata-kata), dilaksanakan dnegan bantuan audiometrik.
Tujuan :
1. Menentukan apakah seseorang tidak mendengar.
2. Untuk mengetahui tingkatan kehilangan pendengaran.
3. Tingkat kemampuan menangkap pembicaraan.
4. Mengethaui sumber penyebab gangguan pada telinga media (gangguan konduktif) dari telinga tengah (sistem neurologi).
Pendengaran dapat didintifikasikan pada saat nol desibel naik sebelum seseorang mendengar suara frekuensi yang spesifik. Bunyi pada tik nol terdengar oleh orang yang pendengarannya normal. Sampai ke-20 db dianggap dalam tingakt normal.

IV. Terapi OMSK
Tidak jarang memerlukan waktu lama serta harus berulang-ulang. Sekret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain di sebabkan oleh satu atau beberapa keadaan, yaitu :
1. Adanya perforasi membran timpani yang permanen sehingga telinga tengah berhubungan dengan dunia luar.
2. Terdapat sumber infeksi di laring, nasofaring, hidung dan sinus paranasal.
3. Sudah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga mastoid.
4. Gizi dan higiene yang kurang.
Prinsip terapi OMSK tipe maligna adalah pembedahan, yaitu mastoidektomi. Jadi, bila terdapat OMSK tipe maligna maka terapi yang tepat ialah dengan melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan.
Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi (sederhana atau radikal).
Tujuan operasi ini untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki. Kerugian operasi ini adalah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur hidupnya. Pasien harus datang dengan teratur untuk kontrol supaya tidak terjadi infeksi kembali. Pendengaran berkurang sekali sehingga dapat menghambat pendidikan atau karier pasien.

Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur (graft) pada rongga operasi serta membuat meatal-plasty yang lebar, sehingga rongga operasi kering permanen, tetapi terdapat cacat anatomi, yaitu meatus luar liang telinga menjadi lebar.

iV. Tindakan Pembedahan
Timpanoplasti dengan pendekatan Ganda (Combined Approach Tympanoplasty)
Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada kasus OMSK tipe maligna atau OMSK tipe benigna dnegan jaringan granulasi yang luas. Tujuan opeasi ini untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik matoidektomi radikal (tampa meruntuhkan dinding posterior liang telinga.
Membersihkan kolesteatom dan jaringan granulasi di kavum timpani di kerjakan melalui 2 jalan (combined approach) yaitu melalui liang telinga dan rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior. Tehnik operasi ini pada OMSK tipe maligna belum disepakati oleh para ahli karena sering terjadi kambuhnya kolesteatoma kembali.

B. Fokus Pengkajian :
Data Subyektif :
Tanda-tanda dan gejala utama infeksi ekstrena dan media adalah neyeri serta hilangnya pendengaran. Data harus disertai pernyataan mengenai mulai serangan, lamanya, tingakt nyerinya. Rasa nyeri timbul karena adanya tekanan kepada kulit dinding saluran yang sangat sensitif dan kepada membran timpani oleh cairan getah radang yang terbentuk didalam telinga tengah. Saluran eksterna yang penuh dan cairan di telinga tengah mengganggu lewatnya gelombang suara, hal ini menyebabkan pendengaran berkurang.
Penderita dengan infeksi telinga perlu ditanya apakah ia mengerti tentang cara pencegahannya.

Data Obyektif :
Telinga eksterna dilihat apakah ada cairan yang keluar dan bila ada harus diterangkan. Palpasi pada telinga luar menimbulkan nyeri pada otitis eksterna dan media.
Pengkajian dari saluran luar dan gedang telinga (membran timpani). Gendang telinga sangat penting dalam pengkajian telinga, karena merupakan jendela untuk melihat proses penyakit pada telinga tengah. Membran timpani yang normal memperlihatkan warna yang sangat jelas, terlihat ke abu-abuan. Terletak pada membran atau terlihat batas-batasnya. Untuk visulaisasi telinga luar dan gendang telinga harus digunakan otoskop.
Bagian yang masuk ke telinga disebut speculum (corong) dan dengan ini gendang telinga dapat terlihat, untuk pengkajian yang lebih cermat perlu dipakai kaca pembesar. Otoskop dipakai oleh orang yang terlatih, termasuk para perawat.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan berkomunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran.
Tujuan : Gangguan komunikasi berkurang / hilang.
Kriteria hasil :
 Klien akan memakai alat bantu dengar (jika sesuai).
 Menerima pesan melalui metoda pilihan (misal : komunikasi tulisan, bahasa lambang, berbicara dengan jelas pada telinga yang baik.
Intervensi Keperawatan :
1. Dapatkan apa metode komunikasi yang dinginkan dan catat pada rencana perawatan metode yang digunakan oleh staf dan klien, seperti :
 Tulisan
 Berbicara
 Bahasa isyarat.
2. Kaji kemampuan untuk menerima pesan secara verbal.
a. Jika ia dapat mendegar pada satu telinga, berbicara dengan perlahan dan dengan jelas langsung ke telinga yang baik (hal ini lebih baik daripada berbicara dengan keras).
 Tempatkan klien dengan telinga yang baik berhadapan dengan pintu.
 Dekati klien dari sisi telinga yang baik.
b. Jika klien dapat membaca ucapan :
 Lihat langsung pada klien dan bicaralah lambat dan jelas.
 Hindari berdiri di depan cahaya karena dapat menyebabkan klien tidak dapat membaca bibi anda.
c. Perkecil distraksi yang dapat menghambat konsentrasi klien.
 Minimalkan percakapan jika klien kelelahan atau gunakan komunikasi tertulis.
 Tegaskan komunikasi penting dengan menuliskannya.
d. Jika ia hanya mampu bahasa isyarat, sediakan penerjemah. Alamatkan semua komunikasi pada klien, tidak kepada penerjemah. Jadi seolah-olah perawat sendiri yang langsung berbicara kepada klien dnegan mengabaikan keberadaan penerjemah.
3.Gunakan faktor-faktor yang meningkatkan pendengaran dan pemahaman.
 Bicara dengan jelas, menghadap individu.
 Ulangi jika klien tidak memahami seluruh isi pembicaraan.
 Gunakan rabaan dan isyarat untuk meningkatkan komunikasi.
 Validasi pemahaman individu dengan mengajukan pertanyaan yang memerlukan jawaban lebih dari ya dan tidak.
Rasional :
1. Dengan mengetahui metode komunikasi yang diinginkan oleh klien maka metode yang akan digunakan dapat disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan klien.
2. Pesan yang ingin disampaikan oleh perawat kepada klien dapat diterima dengan baik oleh klien.
3. Memungkinkan komunikasi dua arah anatara perawat dengan klien dapat berjalan dnegan baik dan klien dapat menerima pesan perawat secara tepat.

2. Perubahan persepsi/sensoris berhubungan dnegan obstruksi, infeksi di telinga tengah atau kerusakan di syaraf pendengaran.
Tujuan : Persepsi / sensoris baik.
Kriteria hasil.
 Klien akan mengalami peningkatan persepsi/sensoris pendengaran samapi pada tingkat fungsional.
Intervensi Keperawatan :
1. Ajarkan klien untuk menggunakan dan merawat alat pendengaran secara tepat.
2. Instruksikan klien untuk menggunakan teknik-teknik yang aman sehingga dapat mencegah terjadinya ketulian lebih jauh.
3. Observasi tanda-tanda awal kehilangan pendengaran yang lanjut.
4. Instruksikan klien untuk menghabiskan seluruh dosis antibiotik yang diresepkan (baik itu antibiotik sistemik maupun lokal).
Rasional :
1. Keefektifan alat pendengaran tergantung pada tipe gangguan/ketulian, pemakaian serta perawatannya yang tepat.
2. Apabila penyebab pokok ketulian tidak progresif, maka pendengaran yang tersisa sensitif terhadap trauma dan infeksi sehingga harus dilindungi.
3. Diagnosa dini terhadap keadaan telinga atau terhadap masalah-masalah pendengaran rusak secara permanen.
4. Penghentian terapi antibiotika sebelum waktunya dapat menyebabkan organisme sisa berkembang biak sehingga infeksi akan berlanjut.

3. Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi.
Tujuan : Rasa cemas klien akan berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
 Klien mampu mengungkapkan ketakutan/kekuatirannya.
 Respon klien tampak tersenyum.
Intervensi Keperawatan :
1. Jujur kepada klien ketika mendiskusikan mengenai kemungkinan kemajuan dari fungsi pendengarannya untuk mempertahankan harapan klien dalam berkomunikasi.
2. Berikan informasi mengenai kelompok yang juga pernah mengalami gangguan seperti yang dialami klien untuk memberikan dukungan kepada klien.
3. Berikan informasi mengenai sumber-sumber dan alat-lat yang tersedia yang dapat membantu klien.
Rasional :
1. Menunjukkan kepada klien bahwa dia dapat berkomunikasi dengan efektif tanpa menggunakan alat khusus, sehingga dapat mengurangi rasa cemasnya.
2. Harapan-harapan yang tidak realistik tiak dapat mengurangi kecemasan, justru malah menimbulkan ketidak percayaan klien terhadap perawat.
3. Memungkinkan klien untuk memilih metode komunikasi yang paling tepat untuk kehidupannya sehari-hari disesuaikan dnegan tingkat keterampilannya sehingga dapat mengurangi rasa cemas dan frustasinya.
4. Dukungan dari bebarapa orang yang memiliki pengalaman yang sama akan sangat membantu klien.
5. Agar klien menyadari sumber-sumber apa saja yang ada disekitarnya yang dapat mendukung dia untuk berkomunikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Dunna, D.I. Et al. 1995. Medical Surgical Nursing ; A Nursing Process Approach 2 nd Edition : WB Sauders.

Makalah Kuliah THT. Tidak dipublikasikan

Rothrock, C. J. 2000. Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. EGC : Jakarta.

Sjamsuhidajat & Wim De Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta.

Soepardi, Efiaty Arsyad & Nurbaiti Iskandar. 1998. Buku Ajar Ilmu penyakit THT. FKUI : Jakarta.